Penulis : Dj. Hasugian
Penerbit : CV
Rosda Karya Bandung
Tahun terbit : 1982 (cetakan pertama: 1981)
Jumlah halaman : 58
Ilustrasi : Asmadi
Ilustrasi : Asmadi
Nilai : 3 dari 5
Buku
cerita ini sebetulnya punya liku kisah menarik. Hanya saja gaya penyampaiannya
agak tipikal buku anak-anak masa itu (1980-1990-an) yang memang menjadi target
pembacanya (salah satunya aku ketika masih kecil). Gaya bercerita yang kumaksud
adalah dengan menempatkan pembaca sebagai pengamat/penonton atas tokoh utama sebenarnya
yang dijadikan suri-tauladan.
Tokoh yang
mulanya diperkenalkan kepada pembaca adalah Kamal, seorang anak berprestasi
tinggi. Catatan: Kamal adalah kita, di mana kita diharapkan mengidentifikasikan
diri dengannya agar hendaknya kita berprestasi juga (?). Itulah sebabnya Kamal dijanjikan
oleh ayahnya diantar ke Jakarta untuk bertemu langsung dengan teman ayahnya
yang luar biasa sukses, Pak Gono agar dia (baca:kita) bisa mendengar kisah suksesnya.
Pada
pertemuan Kamal dengan Pak Gono inilah terjadi peralihan tokoh utama dari Kamal
ke Gono muda. Layaknya perpindahan lari estafet kepada pelari yang lebih jago
daripada pelari sebelumnya, kisah Pak Gono semasa muda menderu seru kaya
petualangan tidak seperti Kamal yang super-bland,
kaku, dan tidak menarik.
Pola
cerita dengan model semacam ini mungkin hanya akrab buat anak-anak yang tumbuh di
masa 1980-1990-an. Sebagian buku cerita yang kuulas di blog ini juga punya pola
serupa. Pembaca harus selalu menengadahkan kepala memandang kagum ketika orang
yang ada di atas itu memberimu wejangan. Iya, aku sedang menudingmu Mbah Harto!
Diangkat
dari kisah nyata Gono Tirtowidjojo, seorang pengusaha ekspedisi kapal, yang
belakangan aku baru tahu kisahnya pernah difilmkan dengan judul Mustika Ibu dan dibintangi Dedy Sutomo,
buku ini berfokus pada hardship-nya
Gono muda. Perjuangan penuh derita Gono diceritakan cepat tanpa basa-basi jika
tidak mau dibilang terburu-buru, mulai dari dibuang keluarganya, merantau ke
berbagai kota, bergonta-ganti profesi, ikut perang kemerdekaan, sampai dia
sukses menjadi pengusaha.
Gono adalah seorang
putra Sunda asli yang dipungut keluarga Cina (maksudnya Tionghoa).
Ibu kandungnya yang miskin menjual Gono ketika masih bayi karena tidak kuat
merawatnya.
Hidup
sebagai anak pungut membuat Gono menderita lahir batin akibat siksaan orang tua
angkat. Dari seorang tukang bajigur Gono mengetahui mengenai ibu kandungnya. Dia pun menemui ibu kandungnya lalu bertekad merantau
ke Batavia untuk merubah nasib, pergi
dari keluarga yang telah membesarkannya.
Di Batavia dia kerja serabutan
dan hidup menggelandang. Sesudah bekerja menjadi kuli panggul
beberapa saat. Dia diajak bekerja di sebuah toko di Lampung oleh seorang pedagang tembakau.
Sewaktu Perang Aisa
Timur Raya pecah, Jepang memasuki Indonesia menggantikan Belanda. Jepang
merekrut banyak tenaga untuk keperluan perang. Salah satunya Gono yang bekerja
pada dinas pelayaran Jepang
di mana karirnya melejit cepat.
Menyerahnya Jepang dalam
perang membuat Belanda kembali ke Indonesia. Dengan keahlian nahkodanya Gono
menjadi seorang penyelundup senjata bagi para pejuang kemerdekaan. Dia lalu bergabung dengan Tentara
Keamanan Rakyat sampai dalam sebuah pertempuran dia tertangkap dan disiksa oleh Belanda supaya mau memberitahukan posisi TKR,
namun Gono tetap bertahan.
Pada suatu waktu Gono
berhasil meloloskan diri. Akibat
siksaan yang dialaminya Gono
menderita sakit yang
membuatnya tidak bisa ikut berjuang
lagi hingga perang usai. Selepas
perang Gono memanfaatkan pengetahuannya dalam bidang perkapalan untuk membangun
usaha ekspedisi kapal
muatan. Usahanya maju mengalami pasang surut.
Suatu
hari dia ditawari untuk membeli sebuah kapal yang terbenam di dasar laut
Surabaya. Yang mengejutkan Gono adalah nama kapal itu sama dengan nama kapal
yang dilihat di mimpinya: Kota Silat. Percaya bahwa ini suatu pertanda, dia
membeli dan memperbaiki kapal itu. Dan pada pelayaran pertamanya menuju Jakarta
dia sendiri yang menjadi nahkodanya.
Kapal
pertamanya tersebut membawa keberuntungan. Dari satu kapal kini Gono memiliki
12 kapal lain. Usahanya sukses, dia kaya raya, dan menerima penghargaan dari
gubernur Jakarta dan presiden. Cerita ditutup dengan Kamal yang bangun keesokan
harinya bersiap untuk melihat dok kapal Pak Gono.
Cukup mengasyikkan
ya kisahnya. Sayangnya ya itu terasa disingkat-singkat. Memang sih kisah sukses
di atas memang sangat klise, klasik, dan serba sudah diduga. Tipikal cerita
“sengsara membawa nikmat.” Model cerita yang ngetren kala itu, tidak seperti
sinetron sekarang yang serba hedonisme. Kenapa? Gak tau ya. Mungkin karena
rata-rata rakyat Indonesia ketika itu memang hidup kekurangan (kayak sekarang
enggak aja).
saya anak kandung dari Alm. Gono Tirtowidjojo.yg berada salah satu kota di jakarta.
BalasHapusAssalamualaikum..
BalasHapusPerkenalkan saya Ratih Komala salah satu pengajar di SMAN 1 Ciampel Kab.Karawang yg terletak di Jl Gonotirtowidjojo.alhamdulillah saya sangat tertarik dengan kehidupan Bapak Gonotirtowidjojo ditambah saya sdh hampir 12 tahun bertigas dan ditempatkan di sekolah yang beliau bangun.Saya berencana untuk mengumpulkan semua informasi mengenai beliau sebagai bagian dalam sejarah perkembangan pendidikan menengah di Ciampel.Mohon restu dan sharing informasi mengenai kehidupan beliau jika berkenan.terimaksih
Dimana sy bisa mendapatkan buku ini y?mhn informasinya
BalasHapusada yg jual ga buku nya?
BalasHapus