Judul buku : Dongeng dongeng Nusantara
Penulis : Rahmani Rauf
Penerbit : CV Rian Utama Jakarta
Tahun terbit : 1995
Jumlah halaman : 60
Ilustrasi : -
Ilustrasi : -
Nilai : 3 dari 5
Satu lagi buku proyek
Depdikbud, kali ini buah Inpres tahun 1984 namun terbitan 1995(!). Tulisan Rahmani
Rauf mengalir lancar, terasa agak terburu-buru, tapi masih enak dibaca. Apakah dia ini Siti Rahmani Rauf penggagas
model pengajaran “ini Budi” di buku pelajaran anak SD pada 90-an yang termasyur
itu? Bisa jadi. Kita belum tahu pasti.
Aroma saduran dari lima
dongeng yang dirangkai di buku ini sangat jelas kentara. Saduran ini seolah sengaja
menghilangkan jejak asal dongeng dengan mengganti nama tokoh dan wilayah
menjadi lebih berbau dongeng (baca: antah berantah). Adakah lewat
keantah-berantahan ini muatan moral diharapkan lebih menonjol dibanding muatan
lokalnya?
Kecuali “Rawang Si Takuluk,”
menceritakan seorang anak durhaka kepada ibunya yang mengindikasikan lokasi ada
di Sumatera Barat dan “Sejuta Kunang-Kunang di Puncak Kalapacung” berkisah
tentang seorang anak yang dibuang ibu tirinya yang mungkin berlatar di
Purbalingga, tiga lainnya sangat berlatar antah berantah.
Misalnya, ada raja
bernama Basidu dan anaknya Pangeran Bagebu dari sebuah kerajaan tanpa nama
dalam “Kota Yang Dikutuk,” atau baginda Tuanku Raja Di Atas dengan anaknya
Pangeran Mirza dari lagi-lagi kerajaan tanpa nama dalam “Batu Menangis.” Kedua
dongeng sama-sama bercerita tentang seorang pangeran yang terasing jauh dari
negerinya dan kembali untuk merengkuh apa yang menjadi haknya: menjadi raja
yang adil bijaksana.
Uniknya, satu dongeng
berjudul “Namanya Hibrida” tidak bernarasi layaknya dongeng. Berkisah tentang Si
‘Ibu’ Pohon Kelapa Hibrida yang memaparkan kepada ‘anak-anaknya’ (yaitu buah-buah
kelapa) mengenai asal usul kelapa hibrida secara SAINTIFIK, cerita ini mungkin
satu-satunya karangan orisinal Rauf tanpa meminjam teks dongeng lain yang telah
mapan. Bukan saja agak berbau program pertanian/perkebunan pemerintah tapi ia
hadir bak anomali menyeruak di tengah-tengah kumpulan dongeng. Buatku ketika
masih kecil ‘dongeng’ ini sangatlah aneh. Gak seru, gak imajinatif. Namun justru
jadi menarik buatku sekarang sebab hal semacam ini amat lumrah di zaman
Soeharto. Apakah dongeng ini pesanan pihak tertentu?
0 komentar:
Posting Komentar