Judul buku : Alia (1)
Penulis : Djoko Hartanto (produser)
ISSN : 977-1979-3626-97
Penerbit : PT Concept Media
Tahun terbit : 2008
Jumlah halaman : 80
Desain cover : Reza Ilyasa OF IFS
Beli di : Hari Hari Roxy Mas, Jakarta
Harga : Rp. 28.000,-
Tanggal beli : 19 September 2008
Nilai : 1,5 dari 5
Sewaktu membaca mengenai akan
hadirnya komik Alia di sebuah artikel
majalah desain grafis Concept, aku termasuk
orang yang gembira dan optimis karena jika komik ini diproduksi oleh majalah
sekelas Concept tentu kualitasnya tidak
akan main-main. Jadi dengan antusias aku menantikannya.
Aku mulai ragu ketika menjumpai komik Alia edisi pembuka (jilid 1 dan 2) berada di rak majalah sebuah swalayan (Hari Hari Roxy Mas!) di Jakarta Barat, bukannya toko buku besar. Sesampainya kos (ketika itu aku masih kos) dengan bersemangat aku membacanya, dan...menemukan kapal harapanku kandas.
Entahlah, perasaanku kini malah terbagi, antara bersyukur tidak membeli jilid 2 sekaligus waktu itu atau justru menyesal kenapa tidak membeli jilid 2 sekalian jika tahu komik Alia ini bakal mandek, tidak jelas kelanjutan nasibnya. Dari janji muluk 6 jilid (season 1), jilid 3-6 tidak pernah diketahui keberadaannya.
Aku mulai ragu ketika menjumpai komik Alia edisi pembuka (jilid 1 dan 2) berada di rak majalah sebuah swalayan (Hari Hari Roxy Mas!) di Jakarta Barat, bukannya toko buku besar. Sesampainya kos (ketika itu aku masih kos) dengan bersemangat aku membacanya, dan...menemukan kapal harapanku kandas.
Entahlah, perasaanku kini malah terbagi, antara bersyukur tidak membeli jilid 2 sekaligus waktu itu atau justru menyesal kenapa tidak membeli jilid 2 sekalian jika tahu komik Alia ini bakal mandek, tidak jelas kelanjutan nasibnya. Dari janji muluk 6 jilid (season 1), jilid 3-6 tidak pernah diketahui keberadaannya.
Entah apa yang terjadi, melihat masa depan? |
Alia terlalu digadang-gadang bakal menggoncangkan jagad komik sejak sebelum terbit, bahwa ia akan membangkitkan industri komik Indonesia yang lama mati suri. Nyatanya yang membangkitkan kembali komik Indonesia malah “komik humor” Lagak Jakarta-nya Benny dan Mice yang terbit setahun sebelum Alia.
Grup band cadas yang digilai penonton musik? |
Penulisnya pun melupakan poin penting bahwa banyak hal tidak akan bisa sampai di benak pembaca jika hanya berbentuk tulisan dan visual belaka, yaitu: suara! Grup band cadas dijadikan cerita? Bagaimana bisa menarik jika pembaca hanya bisa membaca lirik lagu band yang tengah tampil live tanpa tahu seperti apa lagunya?
Belum lagi konsep band “La Palapa” sendiri sangat tumpah ruah idealisme. Dari pilihan namanya saja sudah terasa aroma tersebut. Penampilan panggungnya serba (sok) teatrikal, personel band-nya pun memakai topeng, dan ia ingin pembaca percaya bahwa band ini digilai pendengar musik tanah air?
Beginilah yang terjadi jika hanya mengandalkan eksposisi. Komik tentu sulit menyamai narasi film. Kekuatan visual komik tidak dimaksimalkan. Keinginan hemat kertas (baca: hemat anggaran) berujung pada penghematan gambar. Akhirnya aku sebagai pembaca sulit memahami apa sebenarnya yang terjadi jika tidak mencoba mengimajinasikan sendiri. Sebagai penutup, aku berani bilang bahwa pembaca komik (kala itu) belum siap dengan genre superhero serius macam Alia begitu juga tim penulisnya.
Hari ini baru aja baca ulang majalah BigBoss & nemu artikel komik ini. Saking penasarannya langsung cari info kenapa proyek besar ini lenyap tanpa jejak & nemu jawabannya disini. Honest review keren!
BalasHapusHai, terima kasih sudah mampir. Alia sebetulnya punya potensi, hanya saja waktunya belum tepat. Yang membangkitkan komik superhero Indonesia sendiri adalah Bumi Langit meski itu saja masih terasa mengecewakan.
Hapus